KIMIA HIJAU (GREEN CHEMISTRY)

LATAR BELAKANG
Isu tentang polusi, limbah, pemanasan global sudah sering kita dengar pemberitaannya melalui media baik media cetak maupun media elektronik. Saat sekarang ini terutama menjadi isu yang sangat sensitive di dalam suatu pemerintahan. Peningkatan kandungan polutan yang terus meningkat, membuat pembuat keputusan dan kebijakan, aktifis lingkungan dan juga masyarakat umum mulai memikirkan masa depan bumi ini.
Berdasarkan laporan Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Tangerang, Banten, menyebutkan air sungai Cisadane hamper 84 % tercemar limbah domestic yang berasal dari limbah rumah tangga, hotel, rumah makan dan bengkel. Sedangkan 14 % lainnya berasal dari limbah industry dari industry logam dan sisanya 2 % dari limbah lainnya (republika on line 28 Maret 2013).
Antara News melaporkan pencemaran sungai Ciliwung sudah semakin parah akibat limbah yang diduga berasal dari pabrik dan tempat usaha yang berada disekitar sungai di kota Depok. Penelusuran Antara selama dua jam menggunakan perahu karet bersama dengan pemerintah setempat dan komunitasn Ciliwung menemukan bahwa sungai tidak hanya dicemari oleh tumpukan sampah tapi juga oleh limbah dari fabric dan domestic (Antara.com 24 April 2015).
Lain lagi halnya Green Peace Indonesia mendesak industry untuk segera menghentikan pencemaran sungai dengan bahan-bahan kimia berbahaya dan juga mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat dan mengambil tindakan yang tegas terhadap pencemaran dan memberikan informasi terbuka kepada masyarakat mengenai bahan-bahan kimia beracun yang telah mencemari sungai. Pernyataan dari Green Peace Indonesia ini keluar setelah mengadakan pemantauan terhadap sungai Citarum dalam rangka kampanye penyelamatan sungai Citarum dari polusi limbah pabrik.
Dari laporan tersebut di atas, baru dikemukakan tiga sungai yang meliwati lingkungan industry di daerah Jawa Barat, sudah menimbulkan masalah lingkungan di daerah aliran sungai tersebut. Penyelesaian masalah lingkungan dengan sudah tercemarnya aliran sungai akan sulit untuk dilakukan dekontaminasi. Belum lagi masalah sampah di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan kota-kota lainnya, menjadi permasalahan tersendiri yang tidak pernah terselesaikan terutama sampah plastik.
Oleh karena itu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan kontaminasi bahan-bahan kimia beracun tersebut harus dimulai dari awal proses yang dilakukan di dalam industry, bukan mengatasi masalah pencemaran yang sudah terjadi di lingkungan. Sebagai contoh sederhana saja, harus dimulai dengan mengganti penggunaan plastik dengan kertas agar mudah menghancurkannya. Penulis ingat benar sewaktu tugak ke luar negeri, mal-mal di luarnegeri itu menggunakan kertas hasil daur ulang untuk membungkus dan mengantongi bahan belanjaan kita dengan kantong kertas.

Beberapa tahun belakangan ini, ilmu kimia sebagai ilmu dasar yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi dan menghentikan timbulnya masalah lingkungan dalam rangka menunjang pembangunan yang berkelanjutan atau pembangunan yang lestari. Kesinambungan dalam perkembangan ilmu dan teknologi harus dimulai dengan berfikir bagaimana untuk memecahkan masalah atau bagaimana mengaplikasikan ilmu kedalam teknologi. Kimia sebagai ilmu dasar materi dan transformasinya, berperanan penting dalam proses ini dan menjembatani ilmu fisika, material dan hayati. Hanya proses kimia yang telah dicapai melalui efisien yang optimal pada proses produksi dan produk yang berkesinambungan. Ilmuwan dan teknokrat yang menemukan, mengembangkan optimasi proses tersebut. Kepedulian, kreatifitas dan pandangan ke depan mereka sangat dibutuhkan untuk menghasilkan reaksi dan proses kimia dengan efisien.

TUJUAN KIMIA HIJAU
Kimia hijau disebut juga Kimia Berkelanjutan adalah suatu filosofi penelitian dan rekayasa yang menganjurkan perencanaan suatu produk dan proses untuk meminimalisasi atau meniadakan penggunaan senyawa-senyawa kimia berbahaya bagi kesehatan. Sedangkan Kimia Lingkungan adalah cabang ilmu kimia yang membahas lingkungan hidup dan zat-zat kimia di alam dan Kimia Hijau berupaya mencari cara untuk mengurangi dan mencegah pencemaran lingkungan dari sumbernya.
Sebagai suatu filosofi kimia, Kimia Hijau berlaku untuk Kimia Organik, Kimia AnOrganik, Biokimia, Kimia Analisis dan bahkan Kimia Fisika. Kimia Hijau lebih terfokus kepada terapan pada Industri dan sebenarnya berlaku juga pada cabang Ilmu Kimia Lainnya. Fokus dari Kimia Hijau ini sebenarnya adalah meminimalisasi bahaya dan memaksimalisasi dengan efisien penggunaan bahan-bahan kimia dalam mencapai atau menghasilkan suatu produk.
Pengertian kimia hijau adalah suatu perencanaan untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya mulai dari persiapan produksi, proses produksi sampai ke produk yang dihasilkan agar dapat bermanfaat tanpa merusak lingkungan. Untuk dapat tercapainya konsep kimia hijau ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain :
1. Meminimalisasi limbah yang dihasilkan
2. Menggantikan perekasi kimia dengan katalis
3. Menggunakan bahan-bahan non toksis
4. Menggunakan bahan baku yang dapat diperbaharui (renewable)
5. Mengurangi atau me-efisienkan bahan-bahan kimia yang digunakan
6. Mengurangi atau tidak menggunakan pelarut (bebas pelarut) atau menggunakan pelarut yang dapat di daur ulang
Tidak semua yang di atas itu dapat dilakukan secara bersamaan, akan tetapi ada beberapa hal yang dapat sehingga tujuan dari kimia hijau ini tercapai yaitu :
mengurangi : – limbah
– material bahan-bahan toksis
– bahaya
– risiko
– energy
– biaya

Pada tahun 2005, Ryoji Noyori dari Jepang telah mempelopori pengembangan sangat penting dalam Kimia Hijau yaitu penggunaan CO2 superkritis sebagai pelarut, larutan berair Hidrogenperoksida untuk oksidasi bersih dan penggunaan Hidrogen dalam sintesis asimetris. Contoh-contoh terapan Kimia Hijau adalah oksidasi air superkritis, reaksi pada air dan reaksi pada media kering.
Biorekayasa atau bioteknik juga dipandang sebagai suatu teknik yang menjanjikan untuk mencapai tujuan Kimia Hijau. Sejumlah bahan kimia penting dapat disintesis oleh organisme terekayasa. Seperti asan Shikimat, sebuah precursor Oseltamivir yang difermentasi oleh Roche di dalam bakteri.
Istilah Kimia Hijau atau Green Chemistry sendiri diperkenalkan oleh Paul Anastas pada tahun 1991.Kimia Hijau tidak untuk mengatasi masalah lingkungan, tetapi adalah suatu pendekatan untuk mencegah terjadinya polusi dan yang penting adalah untuk memperbaiki lingkungan.

Referensi
84 % Air Sungai Cisadane Tercemar Limbah, republika on line, Kamis 28 Maret 2013
Pencemaran Sungai Ciliwung Kian Parah, antara.com, Jumat 24 April 2015
Green Chemistry, United States Environmental Protection Agency, 2006-06-28 yang diakses pada 2011-03-23
Menjejaki penggunaan praktis di dalam sintesis kimia, Ryoji Noyori, J.Chem.Comm., 2005(14), 1807-1811
Chemistry Explained

Radioisotop Medis dari Siklotron

RADIOISOTOP DARI SIKLOTRON

Sudah lama dikenal bahwa radioisotop dibuat hanya menggunakan reactor nuklir dengan reaksi inti (n,ϒ), (n,p) atau (n,fisi) dimana setiap reaksi ini dipengaruhi oleh penampang lintang reaksi intinya. Penampang lintang reaksi inti ini adalah suatu besaran kebolehjadian besarnya tumbukan netron dengan inti sasaran atau target untuk menjadikan inti sasaran tersebut tereksitasi. Besaran penampang lintang reaksi inti ini sudah diketahui dan terdokumentasi dengan baik.
Selain dengan reaktor nuklir, fasilitas kedua untuk menghasilkan radioisotop adalah dengan pemercepat partikel dan siklotron. Pemercepat partikel saat ini lebih banyak digunakan untuk mempelajari masalah fisika seperti untuk implantasi ion, untuk produksi netron cepat untuk terapi dan untuk pengujian material. Sedangkan untuk produksi radioisotop terutama untuk keperluan medis secara kontinyu lebih banyak menggunakan siklotron.
Saat ini sudah ada dan beroperasi secara kontinyu 49 buah siklotron di dunia dan diutamakan untuk tujuan medis baik berada di dekat rumah sakit ataupun berada d dalam rumah sakit itu sendiri. Sehingga lebih sering disebut siklotron medis (medical cyclotron). Radioisotop yang dihasilkan oleh siklotron ini berumur paruh pendek dengan keaktifan jenis tinggi sehingga cocok untuk keperluan medis.

Siklotron adalah suatu mesin pemercepat partikel bermuatan seperti proton, detron, He-3 dan He-4 dipercepat sampai ketingkat energi tertentu untuk bisa mencapai inti sasaran. Pada siklotron pemercepatan partikel ini dilakukan dimedan magnit yang melingkar, sehingga disebut dengan siklotron. Sebagai hasil penembakan inti oleh partikel bermuatan ini akan diperoleh radioisotop yang kekurangan netron dan meluruh dengan penangkapan elektron atau memancarkan positron ϐ+. Reaksi inti yang terjadi adalah :

n X + 1p ———> n Y + 1n

Sebagai contoh adalah produksi F-18 pemancar positron ( ϐ+ ) dengan sasaran 18O :

18O + 1p ——–> 18F + 1n

Suatu radioisotop dapat digunakan untuk tujuan medis khususnya yang digunakan secara langsung ketubuh manusia haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut sangat berkaitan dengan sifat-sifat fisis, kimia dan biokimianya. Sebagai petunjuk sederhana untuk kalangan medis yang akan menggunakan radioisotop untuk tujuan medis adalah :
1. Dosis radiasi yang diterima pasien haruslah serendah mungkin
2. Mudah dideteksi dengan hasil yang baik sehingga mudah dibaca
3. Aktifitas jenis yang tinggi
4. Spesifik untuk suatu organ yang akan dideteksi
5. Tersedia dan mudah diperoleh
Dasar pertimbangan utama terhadap pemilihan suatu radioisotop yang akan digunakan untuk keperluan medis terutama untuk penggunaan secara in vivo, adalah dosis radiasi dan deteksi. Kedua dasar pertimbangan ini sangat berhubungan dengan data peluruhan radioisotope tersebut yaitu sinar ϒ atau radiasi yang dipancarkan dengan besar energ radiasinya dan waktu paruh.
Untuk memperoleh hasil penatahan yang baik dan jelas dengan kualitas yang tinggi sehingga mudah menginterpretasinya, maka radioisotop tersebut haruslah pemancar sinar ϒ yang dominan atau tunggal dengan energ yang cukup tinggi agar dapat dideteksi oleh detektor. Selain itu dosis radiasi yang diterima oleh pasien haruslah serendah mungkin. Sehingga kriteria radioisotop tersebut mempunyai sinar ϒ tunggal dengan energi yang cukup rendah dengan waktu paruh yang pendek.
Oleh karena itu maka radiositop-radioisotop yang akan digunakan untuk tujuan medis ini adalah radioisotope pemancar ϒ tunggal dengan energy antara 60 keV sampai 300 keV dengan waktu paruh dalam orde jam atau menit. Artinya kalau energinya dibawah 60 keV akan sulit terdeteksi dan apabila lebih tinggi dari 300 keV akan menerima dosis radiasi lebih tinggi. Sejak ditemukannya sistim deteksi positron, maka radioisotope-radioisotop pemancar positron (ϐ+) seperti C-11 (20,4 menit), N-13 (9,10 menit), O-15 (2,03 menit), F-18 (109,7 menit), P-30 (2,5 menit) dan Br-75 (1,6 jam) telah diproduksi dengan siklotron dan telah banyak digunakan terutama F-18 (109,7 menit) dengan deteksi menggunakan tomografi emisi positron (Positron Emision Tomography). Yang paling popular saat ini adalah F-18-DG ( F-18-deoksiglukosa) untuk penatah jantung.
Beberapa metoda telah digunakan untuk menghitung dosis radiasi yang diterima oleh organ atau seluruh tubuh pasien. Informasi yang diperlukan untuk menghitung besaran dosis yang diterima adalah waktu paruh, jumlah partikel atau foton yang dipancarkan persatuan waktu dan energy dari foton yang dipancarkan tersebut. Sebagai contoh adalah penggunaan radioisotope I-131 (8,0 hari) dibandingkan dengan I-123 (13,02 jam). Dosis radiasi yang diterima oleh pasien jauh lebih rendah bila menggunakan I-123 (13,02 jam) dibandingkan I-131 (8,0 hari)

Referensi :
1. ……………………., Neutron Cross Section, BNL 325, vol 1(1973) dan vol 2(1976)
2. D.R. Christmann, Acccelerator Produced Nuclides for Use in Biology and Medicine, BNL 50448, TID 4500 (1975)
3. D.J. Silvester and S.L. Waters, Radionuclide Production, Proceeding 2nd Symposium on Radiopharmaceutical, Seatle, 727 (1979)
4. A.P. Wolf, Medical Cyclotron, Medical Radioisotope Imaging, vol 1, IAEA, Vienna, 347 (1977)
5. D.R. Christmann, Accelerator Produced Nuclides for Use in Biology and Medicine, BNL 50448, TID 4500 (1975)
6. D.J. Silvester and S.L. Waters, Radionuclide Production, Proceeding 2nd Symposium on Radiopharmaceutical, Seattle, 727(1979)

Khromatografi

ANALISIS SENYAWA-SENYAWA ION DENGAN KHROMATOGRAFI CAIR FASA BALIK
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini penggunaan khromatografi cair atau lebih dikenal dengan HPLC sudah berkembang dengan cepatnya. Sebagian besar laboratorium analisis telah banyak menggunakan metoda ini untuk uji kualitas ataupun untuk penelitian.
Sebagaimana diketahui, khromatografi adalah suatu metoda pemisahan senyawa-senyawa kimia yang berada di dalam suatu campuran berdasarkan kepada perbedaan migrasi senyawa-senyawa tersebut di dalam suatu sistim yang terdiri dari fasa diam dan fasa gerak yang mengalir secara kontinyu melalui fasa diam. Perbedaan migrasi ini disebabkan oleh adanya perbedaan interaksi senyawa-senyawa tersebut dengan fasa diamnya. Interaksi antara senyawa-senyawa tersebut adalah adsorbsi, partisi, penukar ion dan permeasi jel.
Dari penggunaan khromatografi cair banyak ditemukan menggunakan fasa diam C!8 yaitu okta desil silan yang bersifat non polar dengan fasa gerak polar yaitu campuran air dengan methanol atau air dengan asetonitril. Pemisahan ini memang sangat baik untuk senyawa-senyawa oranic non polar. Akan tetapi senyawa-senyawa organic ini ada juga yang bersifat ion bila di dalam pelarut berair, misalnya senyawa-senyawa alkaloid, atau basa organik lainnya dan dalam betuk garamgnya larut di dalam air membentuk ion.
Bila senyawa-senyawa organik yang larut di dalam air berbentuk ion, maka tidak ada jalan lain supaya dapat diretensi oleh fasa diam non polar, harus dipertahankan dalam bentuk netralnya atau dijadikan ion dan dinetralkan dengan “counter ion”. Cara ini digunakan untuk mengatasi analisis senyawa-senyawa organic yang bersifat basa lemah atau asam lemah dan garamnya yang dapat larut di dalam fasa berair. Cara ini disebut dengan metoda khromatografi fasa balik penekanan ion (ion suppression reverse phase chromatography) dan metoda khromatografi fasa balik pasangan ion (pair ion reverse phase chromatography) ada juga yang menyebut lawan ion (counter ion reverse phase chromatography)

KHROMATOGRAFI PENEKANAN ION (ION SUPPRESION CHROMA-TOGRAPHY)
Senyawa-senyawa organic yang bersifat basa lemah, asam lemah akan membentuk garam dan garamnya ini dapat larut di dalam fasa berair. Harus diingat bahwa pada khromatografi dengan metoda partisi, fasa gerak yang digunakan adalah polar. Bila garam- garam tersebut di dalam fasa berair akan terjadi kesetimbangan :

Non ion \=========\ ion

Kekuatan relative dari bagian terion tergantung kepada derajat ionisasi (untuk asam, pKa dan basa, pKb) :

H+ OH-
R-COOH R – COO- + H2O
asam lemah

Dengan menggeser pH fasa gerak ke suasana asam, maka reaksi akan bergeser kekiri dan tetap berada dalam bentuk non ion dan akan diretensi oleh fasa diam non polar. Tetapi kalau pH bergeser ke kanan maka akan terbentuk ion yang sudah pasti tidak akan diretensi oleh fasa diam non polar.
Sama halnya untuk senyawa basa lemah :

H+ OH-
R – NH3+ R – NH2
basa lemah

dengan mengatur pH fasa gerak berada tetap pada kondisi basa, maka basa lemah akan tetap berada dalam keadaan non ion. Untuk mengatur pH dan tetap bisa dipertahankan, digunakan larutan buffer pH 3,5 – 4 untuk senyawa-senayawa bersifat asam lemah dan larutan buffer pH 7,5 untuk senyawa-senyawa bersifat basa lemah. Larutan buffer ini dicampur dengan Metanol atau Asetonitril untuk mengatur retensinya.

KHROMATOGRAFI PASANGAN ION (ION PAIRING CHROMA-TOGRAPHY/COUNTER ION CHROMATOGRAPHY)
Sebaliknya untuk khromatografipasangan ion ini, senyawa-senyawa tersebut dirubah semuanya ke dalam bentuk ion dengan cara mengatur pH fasa gerak berair.

H+ OH-
R-COOH R-COO- + H2O
asam lemah

H+ OH-
R – NH3+ R-NH2
basa lemah

Spesi ion yang terbentuk R-COO- dan R-NH3+ di tambahkan counter ion. Untuk R-COO- digunakan counter ion alkil amina tersier yang bermuatan + dan untuk R-NH3+ digunakan counter ion alkil sulfonat yang bermuatan – . Counter ion ini ditambahkan ke dalam fasa gerak yang sudah di atur agar pH fasa gerak dapat merubah senyawa tersebut ke dalam bentuk ion. Untuk senyawa-senyawa basa lemah, fasa gerak di atur pH ke 3 – 3,5 dan untuk senyawa-senyawa asam lemah di atur pH ke 7,5.
Pengaturan retensi atau waktu retensi masing-masing senyawa diatur dengan mengatur komposisi pelarut non polarnya dalam hal ini methanol atau asetonitril.

Referensi :
Waters Chromatography School, Singapore 1983
LR Snyder and JJ Kirkland, Introduction to Modern Liquid Chromatography, John Willey & Sons Inc, New York. 1979